Sabtu, 23 Juli 2011

Materi Pemerintahan Daerah

Di dalam suatu penyelenggaraan urusan  pemerintahan oleh pemerintah ada beberapa prinsip dasar yang menjadi pedoman oleh aparat pemerintahan dalam menjalankan administrasi pemerintahan.  Jika dilihat dari segi pelimpahan wewenang atau pelaksanaan tugas asas – asas pemerintahan tersebut, terdapat dua asas yaitu:
a.      Asas keahlian : Merupakan suatu prinsip dasar pelimpahan wewenang berdasarkan atas ruang lingkup tugas pada bidang kemampuan tertentu. Pembagian tugas menurut asas ini biasanya disalurkankan melalui lembaga (kementerian) atau lembaga non departemen dan sebagainya.
b.      Asas kedaerahan : Merupakan prinsip – prinsip dasar dalam pendelegasian wewenang dan pelaksanaan tugas sesuai dengan sumber wewenang tersebut.
Asas kedaerahan ini ada 3 jenis, yaitu :
1.                  Desentralisasi
Yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Asas desentralisasi ini dapat ditanggapi sebagai suatu hubungan hukum keperdataan yakni penyerahan sebagian hak, dengan objek hak tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan pemerintah, dan hak pemerintahan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah, dengan objek hak berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk untuk mengatur urusan pemerintahan, namun masih tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberian hak ini, senantiasa harus dipertanggungjawabkan kepada si pemilik hak dalam hal ini, senantiasa harus dipertanggungjawabkan kepada si pemilik hak dalam hal ini presiden melalui menteri dalam negeri dan DPRD sebagai kekuatan representative rakyat di daerah.
2.                  Dekonsentrasi
Yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan yang sebenarnya kewenangan itu ada ditangan pemerintah pusat, yakni menyangkut penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya diberikan kepada gubernur atau instansi vertikal di daerah sesuai arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
3.                  Tugas Pembantuan
Yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa, dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu atau suatu tugas yang diberikan dari instansi atas kepada instansi bawahan yang ada di daerah sesuai arah kebijakan umum yang ditetapkan oleh instansi yang memberikan penugasan, dan wajib mempertanggungjawabkan tugasnya itu kepada instansi yang memberikan penugasan.
Dalam asas pembantuan ini, telah tersirat dan tersurat bahwa tugas pembantuan kepada pemerintahan desa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini patut disadari bahwa dalam kenyataan praktik menurut Undang-Undang Nomor  22  Tahun 1999 bahwa pemerintahan desa diberikan wewenang untuk menggali potensi di daerahnya sendiri bersama badan pemusyawaratan desa (BPD), namun pertumbuhan desa itu tidak merata, serta tidak sesuai dengan harapan dan justru pemerintahan desa tidak dapat menjalankan fungsinya karena keterbatasan penggalian untuk sumber kas desa.

Dalam Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945 secara tegas disebutkan bahwa Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk republik, hal ini dipertegas lagi jika kita lihat isi dari penjelasan pasal 18 UUD 1945 yaitu sebagai berikut : Oleh karena negara Indonesia itu suatu “eenheidstaat”, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah-daerah yang lebih kecil. Daerah itu bersifat otonom atau bersifat administratif belaka, semua menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
Kata otonomi berasal dari kata latin auto yang artinya sendiri, dan nomoi yang artinya undang-undang, sehingga otonomi secara harfiah berarti membuat undang-undang sendiri. Pengertian ini terlalu sempit karena pada kenyataannya pemerintahan daerah tidak hanya membuat undang-undang atau menjalankan fungsi legislatif saja, melainkan juga menjalankan fungsi penyelenggaraan pemerintahan (eksekutif) daerah.
Ada tiga ajaran otonomi daerah yang merupakan ajaran tentang pengisian otonomi daerah, yaitu :
  1. Ajaran Otonomi Materiil
Ajaran ini pada pokoknya bertitik tolak pada pandangan bahwa ada perbedaan hakekat yang prinsipil antara tugas yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dengan apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah otonom. Urusan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan dapat dikerjakan oleh daerah otonom secara materiil sangat berbeda. Urusan-urusan yang diserahkan pada daerah otonom harus dirinci dengan tegas dalam undang-undang pembentukan daerah otonom tersebut, sehingga tidak mungkin untuk ditambah atau dikurangi.
  1. Ajaran Otonomi Formil
Ajaran ini adalah kebalikan dari ajaran materiil didasarkan atas pandangan bahwa tidak ada perbedaan hakiki antara urusan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah otonom, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat saja melakukan urusan itu, tetapi atas dasarpertimbangan daya guna dan hasil guna, maka urusan-urusan tertentu diserahkan kepada daerah otonom dengan menekankan bahwa penyerahan urusan itu harus dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang jelas. Jadi dasar pertimbangan utama ditekankan pada efisiensi dan efektifitas pemerintahan.
  1. Ajaran Otonomi Riil
Ajaran ini menekankan pada suatu prinsip bahwa pemberian otonomi kepada daerah otonom didasarkan atas pertimbangan kondisi nyata dan kebutuhan serta kemampuan dari daerah otonom untuk menyelenggarakan urusan tertentu, disamping pertimbangan efisiensi dan efektifitas. Penerapan ajaran ini ditempuh dengan cara pemberian urusan pangkal  pada saat terbentuknya daerah otonom tersebut dan kemudian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan keadaan dan kebutuhan nyata maka urusan itu dapat ditambah atau ditarik oleh pemerintah pusat.

Dalam UUD 1945 setelah amandemen, terdapat peraturan yang berhubungan dengan otonomi daerah yaitu tentang pemerintah daerah yang diatur dalam bab VI dari pasal 18 sampai 18B. Undang-Undang yang dimaksud dalam pasal 18 ayat 1 UUD 1945 disini adalah Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, yaitu UU No. 32 Tahun 2004. Dalam UU No.32 Tahun 2004 ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi Daerah adalah “Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Otonom atau yang selanjutnya disebut dengan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 Berdasarkan rumusan tersebut, dalam Daerah Otonom terdapat unsur-unsur :
1.      Unsur Batas Wilayah
Sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum, batas suatu wilayah merupakan hal yang sangat menentukan untuk kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat dalam melakukan interaksi hukum, misalnya dalam penetapan kewajiban tertentu sebagai warga masyarakat serta pemenuhan terhadap hak-hak masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, batas wilayah ini sangat penting apabila ada sengketa hukum yang menyanngkut wilayah perbatasan antar daerah. Dengan perkataan lain, dapat dinyatakan bahwa suatu daerah harus mempunyai wilayah dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat dibedakan  antara daerah yang satu dengan yang lainnya.

2.      Unsur Pemerintahan
Eksistensi pemerintahan di daerah, didasarkan atas legitimasi undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah, untuk menjalankan urusan pemerintahan yang berwenang mengatur berdasarkan kreativitasnya sendiri. Unsur pemerintahan daerah adalah meliputi pemerintah daerah dan lembaga DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3.      Unsur Masyarakat
Masyarakat sebagai unsur pemerintahan daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum, yang dengan jelas mempunyai tradisi, kebiasaan, dan adat istiadat yang turut mewarnai sistem pemerintahan daerah, mulai dari bentuk cara berpikir, bertindak, dan kebiasaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk partisipatif budaya masyarakat antara lain gotong royong, permusyawaratan, cara menyatakan pendapat dan pikiran yang menunjang pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pelayanan pemerintahan.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar