Sabtu, 23 Juli 2011

Hukum Lingkungan

HUKUM LINGKUNGAN
1.      PENGERTIAN HUKUM LINGKUNGAN
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Serta mempunyai subsistem yang terdiri dari : hukum penataan lingkungan, hokum acara lingkungan, hukum perdata lingkungan, hukum ppidana lingkungan, hukum lingkungan internasional. Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya.
Dalam pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya.
Menurut Munadjat Danu Saputro:
-          Hukum yang mengatur lingkungan disebut hukum  lingkungan
-          Hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur tatanan lingkungan.


Menurut Siti Sundari Rangkuti :
Hukum Lingkungan adalah hukum yang mengatur tatanan lingkungan hidup dengan menetapkan nilai-nilai yang sedang berlaku (ius Constitutum) dan nilai-nilai yang diharapkan berlaku (ius Constituendum).
Hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur hubungan timbal balik antara manusia dengan makhluk hidup lainnya yang apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi.
Menurut Drupsteen:
Hukum lingkungan adalah hukum yang berisi kaedah-kaedah tentang perilaku masyarakat yang positif terhadap lingkungannya, langsung atau tidak langsung.
-          Secara langsung kepada masyarakat kepada masyarakat: hukum lingkungan menyatakan apa yang dilarang dan apa yang dibolehkan.
-          Secara tidak langsung kepada masyarakat: hukum lingkungan memberikan landasan bagi yang berwenang untuk memberikan kaedah kepada masyarakat.

Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law.
Karakteristik Hukum Lingkungan klasik dan Hukum Lingkungan Modern :
Hukum Lingkungan Klasik
Hukum Lingkungan Modern
·         Berorientasi pada penggunaan
Menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan, dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin dan jangka waktu sesingkat-singkatnya
·         Metodenya masih sektoral
·         Sifatnya kaku dan ketat
Tertuju kepada maksud untuk melindungi dan mengawetkan sesuatu unsur dari lingkungan hidup demi kepentingan penggunanya oleh generasi sekarang dan mendatang.
·         Berorientasi kepada lingkungan
·         Metodenya comprehensive-integral/utuh menyeluruh
·         Sifat-sifatnya sangat luwes (fleksibel) dalam arti banyak member wewenang kepada lembaga-lembaga administrasi untuk mengembangkan peraturan-peraturan pelaksanaannya dengan selalu memperhatikan perkembangan suasana keperluan-keperluan yang tumbuh secara baru.

Bila dikaitkan dengan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka UUPLH termasuk kategori Hukum Lingkungan Modern, seperti tersebut, sebagai berikut :
UU
Rujukan Pasal
Penjelasan
Klasifikasi
UU No.4 Th 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup
Pasal 1 Angka 13
Pembangunan Berwawasan lingkungan
adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mngelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. (dari pengertian tersebut terlihat bahwa lebih berorientasi pada lingkungan dan bukan penggunaannya)
Hukum Lingkungan Modern
UU No.23 Th 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 1 Angka 3
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
Adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (dari pengertian tersebut terlihat bahwa lebih berorientasi pada lingkungan dan bukan penggunaannya)
Hukum Lingkungan Modern
UU No.32 Th 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 1 Angka 3
Pembangunan Berkelanjutan
Adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosia, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi nasa depan (UU terbaru tentang lingkungan ini juga dilihat dari pengertian tersebut terlihat bahwa lebih berorientasi pada lingkungan dan bukan penggunaannya)
Hukum Lingkungan Modern

Latar Belakang Lahirnya Pengaturan TentangLingkungan :
·         Kemerosotan mutu lingkungan yang akan menimbulkan akibat negative pada hidup manusia
·         Perlunga penjagaan serta pelestarian lingkungan terhadap segala ancaman yang dapat menyebabkan kemerosostan mutu lingkungan
·         DiPerlukannya suatu peraturan hukum untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup , supaya:
-          Menciptakan ketertiban, kepastian dan keadilan
-          Dapat diikuti dan ditaati oleh semua pihak
Dimensi Hukum Lingkungan :
·         Ketentuan tingkah laku masyarakat supaya anggota masyarakat dihimbau bila perlu dipaksa memenuhi hukum lingkungan
·         Tujuannya : untuk memecahkan masalah lingkungan
·         Memberi hak, kewajiban, wewenang badan-badan pemerintah dalam mengelola lingkungan.
Menurut NHT. Siahaan :
·         Istilah “Hukum Perlindungan Lingkungan”
·         Tujuan: menciptakan keseimbangan kemampuan lingkungan yang serasi
·         Fungsi Hukum Lingkungan :
-          Sebagai landasan interaksional terhadap lingkungan
-          Sebagai sarana kontrol atas setiap interaksi terhadap lingkungan
-          Sebagai sarana ketertiban interaksional antara manusia dengan manusia lain, dalam kaitannya dengan kehidupan lingkungan
-          Sebagai sarana pembaharuan manuju yang serasi, menurut arah yang dicita-citakan
Sifat Prospektif Hukum :
Pengaturannya ditujukan dan kemasa depan, maka ia harus dapat memenuhi syarat kepastian, agar pemangku kepentingan (pemerinta, masyarakat, dunia usaha) mengetahui apa atau tingkah laku apa yang diharapkan dari mereka pada waktu yang akan dating, dan bukan yang telah lewat.
Arti Kepastian Hukum Bagi Pemangku Kepastian :
·         Bagi Pemerintah : kaedah-kaedah hukum lingkungan menjadi dasar pegangan yang pasti di dalam menjalankan wewenangnya berdasarkan otoritas yang telah ditetapkan oleh kaedah-kaedah hukum tersebut dan sanksi yang diterapkan apabila kaedah-kaedah hukum lingkungan dilanggar.
·         Bagi Masyarakat : dapat mengetahui dan memegangnya secara pasti, merupakan dasar pelaksanaan hak dan kewajiban, larangan dan peran sertanya, serta sanksinya apabila kaedah-kaedah lingkungan dilanggar.
·         Bagi Dunia Usaha : dapat mengetahui dan memegangnya secara pasti, yang nerupakan dasar pelaksanaan hak dan kewajiban, larangan dalam melakukan usaha dan/atau kegiatan, serta sanksinya apabila kaedah-kaedah lingkungan dilanggar.
Syarat-Syarat Pengaturan Hukum Lingkungan :
·         Bentuk dan isi pengaturan hukumnya harus tepat dan jelas serta sesuai dengan syarat-syarat hukum yang baik
·         Para pelaksananya harus memiliki keterampilan dan kemahiran yang diperlukan untuk menjamin agar pelaksananya dapat terselenggara denga tepat dan lancer, baik dalam perumusanperaturan hukumnya, maupun pelaksanaan peraturan hukumnya secara nyata dalam kehidupan
·         Cara-cara serta prosedur pelaksanaannya hendaknya jelas dan tegas serta mudah dimengerti, agar para pelaksana tidak mengalami kesalahpahaman dan keragu-raguan, baik tata organisasinya maupun kewenangannya.
Kendala dan Hambatan dalam Pelaksanaan/Penegakan Hukum Lingkungan  Dilihat Secara Praktik Dalam Pemerintahan :
  1. Inkonsistensi Kebijakan
Berbagai kebijakan operasional yang dikeluarkan seringkali tidak konsisten dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang terkandung dalam UUPLH maupun UU yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup lainnya. Misalnya dana reboisasi yang seharusnya digunakan untuk merehabilitasi hutan-hhutan yang telah rusak justru pada pelaksanaannya dikorupsi oleh pejabat terkait.
  1. Ambivalensi Kelembagaan
Fungsi kelembagaan pengelolaan lingkungan bersifat ambivalen dalam wewenang dan pembagian tugas antara lembaga satu dengan lembaga lainnya. Menteri Lingkungan hidup misalnya tidak mempunyai wewenang untuk implementasi, pemberian dan pencabutan izin dan penegakan hukum. Ketiga wewenang itu justru justru ada pada epartemen teknis. Seperti departemen kehutanan, pdepartemen petambangan dan energy, yang juga mempunyai tugas ganda, yaitu melestarikan lingkungan hidup dan mendatangkan devisa sebanyak-banyaknya.
  1. Aparat penegak hukum
Ketika  kasus kebakaran hutan terjadi pada tahun 1997-1998, menteri kehutanan dan perkebunan ketika itu mengindikasikan ada 176 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran pada saat membuka areal perkebunan besar, hak pengusaha hutan tanaman industry dan pembukaan wilayah untuk transmigrasi. Bahkan Bapedal pun membuka posko penanggulangan kebakaran hutan dengan menginformasikan data-data yang berkenaan dengan kebakaran hutan, termasuk data titik api diseluruh lokasi hutan Indonesia yang bias diakses melalui internet. Namun temuan ini tidak pernah ditindaklanjuti dalam bentuk penyidikan, penuntutan, dann pemeriksaan dipersidangan, padahal dampak dan fakta-fakta tentang pembakaran sudah cukup jelas. Banyak lagi kasus-kasus lingkungan yang harus mendapat tanggapan serius dari aparat penegak hukum, kasus pencemaran sungai dari industry di hampir seluruh kota besar, kasus pencemaran oleh pertambangan besar, dsb.
  1. Perizinan
Perizinan memang menjadi salah satu masalah yang lebih banyak memberi peluang bagi berkembangnya masalah lingkungan ketimbang membatasinya. Misalnya jika izin yang dimaksud adalah izin yang diberikan oleh departemen perindustrian, setelah sebuah perusahaan siap berproduksi, seperti yang dimaksud di dalam UU No.5 Tahun 1994 tentang perindustrian.
  1. Sistem AMDAL
dalam prakteknya, AMDAL lebih mengarah pada penonjolan pemenuhan ketentuan administrative daripada substantifnya. Artinya pesatnya permintaan akan AMDAL merupakan mata rantai kewajiban dalam urusan perizinan dalam suatu usaha atau dipandang sebagai performa untuk mendapatkan akad kredit atau izin investasi. Proses transparansi dan mekanisme keterbukaan dokumen AMDAL bagi masyarakat tidak berjalan sesuai harapan, bahkan masyarakat (yang terkena dampak) tidak mengetahui secara pasti adanya aktivitas suatu kegiatan.[1]










SUMBER :
Erwin, Muhammad, 2009, Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Kebijaksanaan pembangunan Lingkungan Hidup), Bandung, Refika Aditama.
Hukum Lingkungan, http://wikipedia.org, Diakses Senin 21 Maret 2011.
UUPLH, No.4/1982, UU No.23/1997, UU No.31/2009.
Bahan Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana.







[1] Erwin, Muhammad, 2009, Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Kebijaksanaan pembangunan Lingkungan Hidup), Bandung, Refika Aditama, hal 120-121.

SUMBER :
Erwin, Muhammad, 2009, Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Kebijaksanaan pembangunan Lingkungan Hidup), Bandung, Refika Aditama.
Hukum Lingkungan, http://wikipedia.org, Diakses Senin 21 Maret 2011.
UUPLH, No.4/1982, UU No.23/1997, UU No.31/2009.
Bahan Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar